Berikut adalah tarjamah daripada Doa Sirrul Jalil Syaikh Maulana Ali Asy-Syadzily. Dari amalan doa berikut dimaksud untuk ikhtiar penjagaan diri serta perlindungan yang bersifat bathiniyah dari berbagai ancaman atau serangan musuh. Setidaknya, sebagai ikhtiar penjagaan diri dan keluarga kita, serta keamanan rumah tempat tinggal kita, dengan doa, tasbih dan dzikrullah. .
Paling tidak, dahulu pada masa awal syiar Islam para Waliyullah, atau alim ulama dan musafir sufi yang melazimkan suluk Thariqah Asy-Syadziliyyah di berbagai wilayah negeri Semenanjung Malaka, atau mengiringi perjuangan Dakwah Islamiyah Dewan Mulia Wali Songo di tanah Jawa pada era Kasulthanan Demak Bintoro, pada masa pemerintahan Raden Patah. Sekitar rentang tahun 1400 akhir hingga sekitar tahun 1500 akhir.
Ada sebuah riwayat dalam Sirah Waliyul Tsaniy Al Jawi yang mengisahkan bahwa terdapat seorang musafir sufi yang bernama Syaikh Maulana Hasan Asy-Syadzily dari negeri seberang, yang dikisahkan menjadi sahabat dekat dari Kanjeng Sunan Kali Jogo, Kanjeng Sunan Muria dan menjadi sahabat dekat dari Syaikh Maulana Abdul Jalil, atau Kanjeng Syaikh Lemah Abang. Dalam perjalanan pulang dari negeri Jedah dan Madinah, dikisahkan bahwa Kanjeng Sunan Kali Jogo atau Syaikh Maulana Sahid Abdurrahman dengan menumpang sebuah kapal dagang milik saudagar dari negeri Persia berlabuh di Bandar Pelabuhan Palembang.
Dan di Bandar Pelabuhan Palembang itulah, Kanjeng Sunan Kali Jogo berkenalan dengan seorang musafir yang baru tiba perjalanannya dari negeri Baghdad, atau Iraq ini sebagai rangkaian pengembaraan suluk bathinnya. Musafir misterius tersebut kemudian saling berkenalan dengan Kanjeng Sunan Kali Jogo dengan menyebutkan nama Syaikh Maulana Hasan Asy-Syadzily sebagai putera seorang Mufti dari Kasulthanan Langkat yang sedang pergi mengembara mencari saudara sepupunya yang bernama Syaikh Maulana Ali Asy-Syadzily di negeri Cirebon, Jawa. Dan Kanjeng Sunan Kali Jogo menyebutkan diri bernama Syaikh Malaya Jati dari negeri Demak di Jawa.
Setelah berbincang-bincang, ternyata keduanya sama-sama merupakan santri suluk bathin dari Mursyid Suluk yang sama, yakni Syaikh Maulana Ahmad bin Hasan At-Tabrizy dari negeri Baghdad Iraq yang menetap di Pulau Upih, pulau kecil terpencil yang berada di Selat Malaka. Sehingga, keduanya menjadi kian akrab selayaknya sebagai saudara. Rupanya, Kanjeng Sunan kali Jogo sedang menyelesaikan sebuah karyanya yang bertajuk Suluk Dewa Ruci, sebgai rekaman perjalanan bathin pengembaraanya menunaikan ibadah Haji ke negeri Makkah Al Mukaramah, serta berziarah kehadapan Maqam Kanjeng Nabi Muhammad Rasulullah di Madinah Al Munawarah. Sementara, Syaikh Maulana Hasan Asy-Syadzily juga sedang menyelesaikan karya suluknya yang bertajuk Kanzul Sirrul Jalil dengan menggunakan nama samaran Syaikh Maulana Abdul Jalil, atau lebih lazim dikenal sebagai Hang Sakran.
Akhirnya, keduanya pergi bersama ke Cirebon dengan menumpang kapal dagang seorang saudagar muslim dari Palembang ke Bandar Pelabuhan Muara Jati. Dan dari Bandar Pelabuhan Muara Jati, keduanya kemudian melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki untuk menemui Kanjeng Sunan Gunung Jati, atau Syaikh Maulana Madhkur Syarif Hidayatullah di Pesantren Gunung Sembung, Cirebon. Selama dalam perjalanan keduanya saling bertukar fikiran atau berittihad tentang ilmu pengetahuan tashawuf, serta saling bertukar pengalaman dan berbagai doa-doa khususnya. Beriqrar persaudaraan dengan kalimat syahadatain sebagai adab para pengembara suluk bathin yang lazhim dilakukan sebagai inisisiasi suluk tasawuf.
salah satunya adalah Doa Sirrul Jalil disampaikan oleh Syaikh Maulana Hasan Asy-Syadzily kepada Kanjeng Sunan Kali Jogo, sementara Kanjeng Sunan Kali Jogo memberikan Doa sapu Jagad kepada sahabat perjalanannya itu. Setelah berjumpa dengan Kanjeng Sunan Gunung Jati yang berdudukan pula sebagai Sulthanul Auliya wal Quthubul Waliy, bahkan Imam Thareqah Asy-Syadziliyyah selain pula menjadi Imam Ghaust Thariqah Qadiriyyah, Imam Thariqah Naqsabandiyyah, Imam Thariqah Syatariyyah serta Imam Thariqah Kubrawiyyah. Kanjeng Sunan Gunung Jati kemudian meminta Syaikh Maulana Hasan Asy-Syadzily menemani perjalanan pulang Kanjeng Sunan Kali Jogo ke Demak Bintoro.
Singkat cerita, Kanjeng Sunan Kali Jogo memboyong Syaikh Maulana Hasan Asy-Syadzily untuk ikut bersamanya kembali ke Kadilangu, Demak dan dipertemukan dengan putranya, yakni Kanjeng Sunan Muria, atau Syaikh Maulana Umar Sa'id di Pegunungan Muria arga Jembangan. Hingga akhirnya, Syaikh Maulana Hasan Asy-Syadzily menjadi penasehat spitritual pribadi Kanjeng Sunan Muria dan bermukim di tenag hutan rimba disebelah utara Gunung Muria yang bernama Alas Rahtawu. Itulah awal munculnya legenda tentang Pertapan Mbah Hasan Sadzali yang dikenal masyarakat Kudus dan Demak hingga kini.
Dalam blog ini pula, kebetulan pada saat jelang acara Haul Kanjeng Sunan Kali Jogo di Kadilangu Demak pada tahun 1999 silam, saya pernah bermudzakarah dalam suluk bersama Mursyid Halaqah-11 Makhtab Kanjeng Sunan Giri Prapen Wali Songo Al Jawi, yakni KH. Muhammad Hartaya Ainul Yaqin dari Ponpes Sunan Giri Prapen Temanggung, Jawa Tengah. Terlampir pula beberapa foto petilasan dari keberadaan Syaikh Maulana Hasan Asy-Syadzily, serta sanad silsilahnya hingga bertaut pada hadrat Syaikh Maulana Abu Hasan Ali Asy-Syadzily dan bersambung hingga Bani Asyaraf Hasani. Semoga kebenaran tidak akan terkubur zaman!
Untuk tautan risalah, sejarah hikayat, karya sastra, atau suluk mudzakarah mengenai kisah Syaikh Maulana Hasan Asy-Syadzily, Insya Allah akan saya sajikan pada lain kesempatan. Bagi Pembaca mulia yang mempunyai dukungan informasi atau data terkait dengan suluk Wali Songo, monggo dipersilahkan share bersama di blog ini, terima-kasih sebelumnya.
Hingga pada zaman penyerangan Sulthan Agung Hanyakrakusuma dari Kasulthanan Islam Mataram [Yogyakarta] dengan segenap laskarnya ke Benteng VOC di Batavia dibawah kekuasaan Gubernur Jenderal Jan Pieterzoon Coen. Sekitar rentang pertengahan tahun 1600 hingga awal tahun 1700 akhir. Dalam suatu perjalanan mudzakarah di Halaqah-15 Mudzakarah wali Songo Al Jawi di Yogyakarta, saya memperoleh informasi bahwa Kanjeng Sulthan Agung hanyakrakusumo juga mengamalkan ilmu Hizib Syadzily dengan gelar ijazah kauniyahnya, yakni Syaikh Maulana Muhammad Qawiyyatul Kubra Al Matarami Al Jawi.
Hal tersebut sebagai sarana bathiniyah untuk berjuang menegakkan Panji Islam serta persatuan kerajaan-kerajaan di tanah Jawa, khususnya dalam rangka menyatukan kekuatan pribumi melawan pendudukan pemerintahan VOC Hindhia Belanda yang berpusat di Kastil De Batavia, atau Benteng Sunda Kelapa kini di wilayah Kota Tua, Jakarta Utara.
Dan juga beberapa bangsawan ningrat Kraton Mataram banyak yang mengamalkan suluk Thariqah Asy-Syadziliyah dari sanad wasilah Kanjeng Sunan Kali Jogo kepada Sulthan Pajang Hadi Wijaya, Ki Gedhe Mataram, Ki Ageng Giring, Ki Penjawi, Ki Juru Martani, dan Kanjeng Panembahan Senopati. Beberapa ilmu Hizib Syadziliyyah diamalkan sebagai upaya penjagaan dan perlindungan bagi diri maupun wilayah Mataram pada masa tersebut.
Atau era perlawanan Laskar Fisabilillah dibawah kepimpinan Kanjeng Pangeran Diponegoro dalam Perang Sabilillah melawan Kolonialis VOC pemerintahan Hindhia Belanda di Bumi Mataram, bahkan terus meluas menjadi Parang Jawa hingga ke berbagai wilayah di Jawa Timur dan Jawa Barat. Terjadi pada rentang tahun 1825 sampai dengan tahun 1840 an. kanjeng Gusti Pangeran Anta Wirya atau lebih dikenal kemudian sebagai Kanjeng Gusti Pangeran Diponegoro juga mengamalkan beberapa ilmu Hizib dalam perjuangannya, bahkan beliau memperoleh ijazah suluk bathinnya dengan gelar Syaikh Maulana Abdul Hamid Al Matarami.
Dan beberapa Alim Ulama dari keluarga besar Nahdhliyin Nahdhlatul Ulama juga menggunakan berbagai ilmu Hizib, Aurad, atau doa rahasia guna perlindungan diri, keluarga, atau melindungi keselamatan ummat.
Berikut adalah adab doa Sirrul Jalil Asy-Syadzily sebagaimana amalan dari Syaikh Maulana Hasan Asy-Syadzily yang berpusara di Pertapan Alas Rahtawu Gunung Muria, Kudus, Jawa Tengah, antara lain :
Pertama-tama dengan mengucap kalimat Bismillah dilanjutkan dengan membaca iqrar kalimat Syahadatain :
Bismillaahir Rahmaanir Rahiim
Asyhaduan laa ilaha ilallaahu
wa asyhadu ana Muhammadur Rasulullaah
Shallallaahu 'alaihi wasallaam..
Kedua dengan membaca kalimat Tasbihan, sebanyak mungkin dan seikhlas mungkin dalam mensucikan Asma Allahu Azza wa Jalla :
Hasbunallaah wa ni'mal wakiil
Ketiga dilanjutkan dengan membaca Doa Sirrul Jalil berikut :
Allaahumma
Inii as-aluka bis sirridz-dzaati
Wa bi dzaatis-sirrii
Huwa Anta
Wa Anta huwa
Laa ilaaha illaa Anta
Ihtajabtu bi Nurillaahi
Wa bi nuuri 'Arsyillaahi
Wa bi kullismin Huwa lillaahi
Min 'aduwwiy wa 'Aduwwillaahi
Wa min syarri kulli Khalqillaahi
Bi mi'ati alfi laa hawla wa laa quwwata illa billaahi
Khatamtu 'alaa nafsiy
wa diiniy
wa ahliy
wa waladiy
wa jamii'i maa a'thaaniy Rabbiy
Bi khataamillaahil qudduusil manii'il ladzii khatama bihii
'alaa aqthaaris samaawaati wal 'ardhli
Hasbunalllaahu wa ni'mal wakiil
Wa laa hawla wa laa quwwata illaa billaahi 'aliyyil 'adzhiim
Wa shallallaahu 'alaa Sayyidinaa Muhammadin wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallama
Ya Allah..
Sesungguhnya aku memohon kepadaMu
Dengan Rahasia Dzat dan Dzat Rahasia
Yang Dia itu adalah Engkau
Dan engkau adalah Dia
Tiada tuhan selain Engkau
Aku melindungi diriku dengan Cahaya Allah
Dengan Cahaya Arasy Allah
Dengan setiap Nama Milik Allah
Dari musuhku dan musuh Allah
Dan dari setiap kejahatan makhluk Allah
Dengan berjuta-juta
Laa hawla wa laa quwwata illaa billaah
Tiada daya upaya dan tiada daya kekuatan apapun
yang mampu menandingi kekuatan milik Allah
Aku segel perlindungan diriku dan agamaku
dan keluargaku dan anak-anakku
serta seluruh apa-apa yang telah diberikan Tuhanku kepadaku
dengan segel perlindungan Allah yang Maha Suci lagi Maha Kokoh
yang digunakan untuk memberi cap segel seluruh penjuru langit dan bumi
Kiranya cukuplah bagiku Allah sebagai sebaik-baik wakil
Dan tiada daya upaya dan tiada kekuatan apapun
yang mampu menandingi kekuatan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung
Dan shalawat Allah serta salam
Kepada Pemimpin kami Muhammad
Dan kepada seluruh keluarganya
Dan para sahabatnya
Dalam perkembangannya, Doa Sirrul Jalil Asy-Syadzily ini kemudian meluas menjadi referensi doa-doa harian yang lazim di amalkan oleh masyarakat Muslim, khususnya dari golongan Ahlus Sunnah wal Jama'ah, atau para Sufi pencinta suluk Wali Songo. Semoga berbagai tradisi serta warisan luhur Wali Songo atau para Alim Ulama pendahulu kita tiada pupus terabaikan peradaban dan zaman, khususnya dalam satu tujuan menjaga kehormatan Ukhuwah Islamiyah dan aqidah Dinul Islam sepanjang zaman. Semoga Gusti Allahu Azza wa Jalla lindungi kita dari perpecahan dan fitnah, dan semoga Islam menjadi wasilah persaudaraan bathin kita bersama.
Demikian sekilas riwayat tentang bagaimana sanad Doa Sirrul Jalil dari Syaikh Maulana Abdul Jalil dilazimkan di tanah Jawa pada kurun waktu sekitar pertengahan tahun 1500 an, atau masa pemerintahan Raden Patah di Kasulthanan Demak Bintoro.
Semoga bermanfaat, terima-kasih.
*Bani Maulana Al Daly Asy-Syadzily Al Jawi, Ismu Dzulkaidah 2010.